Tuesday, July 13, 2021

BAB II Peraturan Perundang-undangan dalam Sistem Hukum Indonesia

  

BAB II
Peraturan Perundang-undangan dalam Sistem Hukum Indonesia


 

 

 


 Gambar 3.1

Sumber https://www.winnetnews.com

Setiap orang harus memiliki kesadaran untuk menerapkan budaya antre. Sikap tertib tersebut menunjukkan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apa saja peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

  1. Makna Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia
Apa informasi yang kalian perolah saat mengamati Gambar 3.1 ? Sudahkah kalian melaksanakan peraturan budaya antri?Kalian pasti ingin tahu lebih banyak informasi tetang ketaatan hukum sesuai peraturan perundang-undangan.

 

Tahukan kamu, apa makna peraturan perundang-undangan?

 

Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, peraturan perundang-undangan merupakan peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan

            Kalian dapat perhatikan tayangan vidio berikut ini https://youtu.be/ksebXgc7GP8

 


 

1.      Pengertian Peraturan Perundang-undanagna Nasional

Negara Indonesia adalah negara hukum sebagaimana dinyatakan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 1 ayat (3) “ Negara Indonesia adalah negara hukum”

Hal ini mengandung  arti bahwa kehidupan bermaqsyarakat, berbangsa dan bernegara harus didasarkan pada hukum yang berlaku.

Hukum memiliki berbagai bentuk , baik tertulis maupun tidak tertulis.

Hukum tertulis dalam kehidupan kalian misalnya :

1.  tata tertib sekolah

2. Peraturan dilingkungan rumah

3. Tata tertib dilingkunan masyarakat.

Contoh hukum yang tidak tertulis :

Hukum yang tidak tertulis tetapi diaku keberadaanya sebagai salah satu hukum yang mengikat masyarakat  misalnya adat idtiadat

Untuk mewujudkan sistem hukum nasional, pasal 22 A UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa “ Ketentuan  lebih lanjut tentang  tata cara pembentukan undang-undang dengan undang-undang” Untuk menjabarkan ketentuan pasal 22A tersebut, ditetapkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011.

 

 

2.      Landasan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan



3.      Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia

Tata urutan peraturan perundang-undangan mengandung makna bahwa peraturan perundang-undangan yang berlaku memilikimhierarki atau tingkatan . Peraturan yang satu memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan dengan peraturan yang lain.

Peraturan perundang-undangan menurut UU No 12 Tahun 2011 memiliki pengertian peraturan tertulis yang memuat  norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau  ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

 

Tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia sesuai pasal 7 UU NO 12 Tahun 2011 secara hierarki terdiri :

 



 

 

 

4.      Asas – asas Pembentukan Peraturan perundang-undangan  ditegaskan dalam pasal 5

 

a.    Kejelasan  tujuan : bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan   harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai

b.    Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat  adalah setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat pembentuk perataraturan perundang-undangan yang berwenang.

c.    Kesesuaian antara jenis, hirarkhi, dan materi muatan adalah dalam pembentukan peraturan perundang –undangan  pembuat harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat yang tepat sesuai dengan jenis dan hirakhi peraturan perundang-undangan.

d.    Dapat dilaksanakan  adalah : bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan tersebut didalam masyarakat baik secara filosofis, sosiologis maupun yuridis.

e.    Kedayagunaan  dan kehasilgunaan  adalah setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara

f.      Kejelasan rumusan adalah bahwa penyusunan peraturan perundang-undangan Bahasa hukumnya jelas sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interprestasi dalam pelaksanaanya.

g.    Keterbukaan adalah bahwa dalam pembentukan peraturan perundang undangan harus transparan dan terbuka

 

Dalam Pasal 6 Materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan asas-asas sebagai berikut :.

1.    Pengayoman . Adalah setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan untuk menciptakan ketentraman masyarakat

2.    Kemanusiaan . Adalah materi peraturan perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia

3.    Kebangsaan. Adalah  setiap  materi peraturan perundang-undangan harus mencerminkan sifat  dan watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip NKRI

4.    Kekeluargaan . Adalah setiap materi peraturan perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat  dalam setiap mengambil keputusan .

5.    5. Pengayoman . Adalah setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan untuk menciptakan ketentraman masyarakat

6.    Kemanusiaan . Adalah materi peraturan perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia

7.    Kebangsaan. Adalah  setiap  materi peraturan perundang-undangan harus mencerminkan sifat  dan watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip NKRI

8.    Kekeluargaan . Adalah setiap materi peraturan perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat  dalam setiap mengambil keputusan .

    

B. Proses Penyusunan Peraturan Perundang-undangan

 

Peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan dalam tata urutan perundangundangan yang diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 di atas, secara lebih jelas sebagai berikut.

1.      Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasardalam peraturan perundangan-undangan. Sebagai hukum dasar, UUD mengikat setiap warga negara dan berisi norma dan ketentuan yang harus ditaati. Sebagai hukum dasar, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan sumber hukum bagi peraturan perundang-undangan, dan merupakan hukum tertinggi  dalam tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Secara historis, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disusun oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945.

Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan  UUD sesuai amanat pasal 3 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perubahan terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sudah dilakukan sebanyak 4 (empat) kali perubahan. Perubahan ini dilakukan sebagai jawaban atas tuntutan reformasi dalam sistem pemerintahan di Indonesia. Tata cara perubahan UUD ditegaskan dalam pasal 37 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, secara singkat sebagai berikut.

 

a)      Usul perubahan pasal-pasal diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR dan disampaikan secara tertulis yang memuat bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.

b)      Sidang MPR untuk mengubah pasal-pasal dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 anggota MPR.

c)      Putusan untuk mengubah disetujui oleh sekurang-kurangnya 50% ditambah satu dari anggota MPR.

d)      Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat di- lakukan perubahan.

e)      Perlu juga kalian pahami bahwa dalam perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdapat beberapa kesepakatan dasar, yaitu sebagai berikut.

 

Ø  Tidak mengubah Pembukaaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Ø  Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ø  Mempertegas sistem pemerintahan presidensial.

Ø  Penjelasan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hal-hal bersifat normatif (hukum) akan dimasukkan ke dalam pasal-pasal.

Ø  Melakukan perubahan dengan cara adendum, artinya menambah pasal per- ubahan tanpa menghilangkan pasal sebelumnya. Tujuan perubahan bersifat adendum untuk kepentingan bukti sejarah.

 

2.      Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

Ketika MPRS dan MPR masih berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara salah satu produk hukum MPR adalah Ketetapan MPR. Ketetapan MPR adalah putusan majelis yang memiliki kekuatan hukum mengikat ke dalam dan ke luar majelis. Mengikat ke dalam berarti mengikat kepada seluruh anggota majelis. Mengikat ke luar berarti setiap warga negara, lembaga masyarakat dan lembaga negara terikat oleh Ketetapan MPR.

 

Adapun yang dimaksud dengan ”Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat” dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 adalah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor: I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, tanggal 7 Agustus 2003.

 

Pasal 2 Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 menegaskan bahwa beberapa ketetapan MPRS dan MPR yang masih berlaku dengan ketentuan adalah sebagai berikut.

 

Ø  Ketetapan MPRS RI Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI), Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah NKRI bagi PKI, dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarluaskan atau Mengembangkan Paham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.

Ø  Ketetapan MPR RI Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi.

Ø  Ketetapan MPR RI Nomor V/MPR/1999 tentang Penentuan Pendapat di Timor Timur .

 

Pasal 4 Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 mengatur ketetapan MPRS/MPR yang dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentuknya undang-undang, yaitu sebagai berikut.

 

Ø  Ketetapan MPRS RI Nomor XXIX/MPRS/1966 tentang Pengangkatan Pahlawan Ampera.

Ø  Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih, Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Ø  Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan; Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka NKRI.

Ø  Ketetapan MPR RI Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan. Ketetapan ini saat ini sudah tidak berlaku karena sudah ditetapkan undang-undang yang mengatur tentang hal ini.

Ø  Ketetapan MPR RI Nomor V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional.

Ø  Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri.

Ø  Ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Polri.

Ø  Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

Ø  Ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan.

Ø  Ketetapan MPR RI Nomor VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan KKN.

Ø  Ketetapan MPR RI Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.

 

3.      Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

 

Undang-Undang adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPR dengan persetujuan bersama presiden. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang adalah peraturan yang ditetapkan oleh presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang memiliki kedudukan yang sederajat. DPR merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan membentuk undang-undang, berdasarkan pasal 20 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun, kekuasaan ini harus dengan persetujuan presiden.

 

Suatu rancangan undang-undang dapat diusulkan oleh DPR atau presiden. Dewan Perwakilan Daerah juga dapat mengusulkan rancangan undang-undang tertentu kepada DPR. Proses pembuatan undang-undang apabila rancangan diusul- kan oleh DPR sebagai berikut.

 

a)      DPR mengajukan rancangan undang-undang secara tertulis kepada presiden.

b)      Presiden menugasi menteri terkait untuk membahas rancangan undang-undang bersama DPR.

c)      Apabila disetujui bersama oleh DPR dan presiden, selanjutnya rancangan undang- undang disahkan oleh presiden menjadi undang-undang.

 

Proses pembuatan undang-undang apabila rancangan diusulkan oleh DPD sebagai berikut.

 

a)      DPD mengajukan usul rancangan undang-undang kepada DPR secara tertulis.

b)      DPR membahas rancangan undang-undang yang diusulkan oleh DPD melalui alat kelengkapan DPR.

c)      DPR mengajukan rancangan undang-undang secara tertulis kepada presiden. Presiden menugasi menteri terkait untuk membahas rancangan undang-undang bersama DPR.

 

Apabila disetujui bersama oleh DPR dan presiden, selanjutnya rancangan undang-undang disahkan oleh presiden menjadi undang-undang.

Di samping undang-undang, ada peraturan perundang-undangan yang setara kedudukannya dengan undang-undang, yaitu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) adalah peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh presiden karena keadaan genting dan memaksa. Dengan kata lain, diterbitkannya Perppu jika keadaan dipandang darurat dan perlu payung hukum untuk melaksanakan suatu kebijakan pemerintah. Perppu diatur dalam UUD 1945 pasal 22 ayat (1, 2, dan 3) yang memuat ketentuan sebagai berikut.

 

a)      Presiden berhak mengeluarkan Perppu dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.

b)      Perppu harus mendapat persetujuan DPR dalam masa persidangan berikutnya.

c)      Apabila Perppu tidak mendapat persetujuan DPR, maka Perppu harus dicabut.

d)      Apabila Perppu mendapat persetujuan DPR, Perppu ditetapkan menjadi undang- undang.

Contoh Perppu yang dijadikan undang-undang, antara lain Perppu No. 1 Tahun 1999 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Perppu tersebut kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

 

4.      Peraturan Pemerintah (PP)

 

Peraturan pemerintah adalah peraturan perundangan-undangan yang ditetapkan oleh presiden untuk melaksanakan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Hal ini sesuai dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 5 ayat (2). Peraturan pemerintah ditetapkan oleh presiden sebagai pelaksana kepala pemerintahan. Contoh dari peraturan pemerintah adalah PP No. 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan untuk Melaksanakan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Tahapan penyusunan Peraturan Pemerintah sebagai berikut.

a)      Tahap perencanaan rancangan Peraturan Pemerintah (PP) disiapkan oleh ke- menterian dan/atau lembaga pemerintah bukan kementerian sesuai dengan bidang tugasnya.

 

b)      Tahap penyusunan rancangan PP, dengan membentuk panitia antarkementerian dan/atau lembaga pemerintah bukan kementerian.

 

c)      Tahap penetapan dan pengundangan PP ditetapkan oleh presiden (Pasal 5 ayat (2) UUD 1945) kemudian diundangkan oleh Sekretaris Negara.

 

 

 

 

5.      Peraturan Presiden (Perpres)

 

Peraturan Presiden adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.

Proses penyusunan Peraturan Presiden ditegaskan dalam pasal 55 UU Nomor 12 Tahun 2011, yaitu sebagai berikut.

Pembentukan panitia antarkementerian dan/atau lembaga pemerintah non- kementerian oleh pengusul.

Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Per- aturan Presiden dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.

Pengesahan dan penetapan oleh presiden

 

6.      Peraturan Daerah Provinsi

 

Peraturan Daerah (Perda) Provinsi adalah per- aturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD provinsi dengan persetujuan bersama gubernur. Peraturan Daerah dibuat dengan untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Perda juga dibuat dalam rangka melaksanakan kebutuhan daerah. Perda tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Pemerintah Pusat dapat membatalkan Perda yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.

 

Proses penyusunan Peraturan Daerah Provinsi sesuai UU Nomor 12 Tahun 2011 sebagai berikut.

a.      Rancangan Perda Provinsi dapat diusulkan oleh DPRD Provinsi atau Gubernur.

 

b.      Apabila rancangan diusulkan oleh DPRD Provinsi, proses penyusunan adalah sebagai berikut.

 

c.       DPRD Provinsi mengajukan rancangan perda kepada gubernur secara tertulis.

d.      DPRD Provinsi bersama gubernur membahas Rancangan perda Provinsi.

e.      Apabila memperoleh persetujuan bersama, Rancangan Perda disahkan oleh gubernur menjadi Perda Provinsi.

f.        Apabila rancangan diusulkan oleh Gubernur, proses penyusunan adalah sebagai berikut.

 

g.      Gubernur mengajukan Rancangan Perda kepada DPRD Provinsi secara tertulis

h.      DPRD Provinsi bersama gubernur membahas Rancangan Perda Provinsi

i.        Apabila memperoleh persetujuan bersama, Rancangan Perda disahkan oleh gubernur menjadi Perda Provinsi.

 

7.      Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

 

Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten/Kota adalah  peraturan  perundang-  undangan yang dibentuk oleh DPRD Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama bupati/walikota. Perda dibentuk sesuai dengan kebutuhan daerah yang bersangkutan sehingga peraturan daerah dapat berbeda-beda antara satu daerah dan daerah yang lainnya.

 

Proses penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sesuai UU Nomor 12 Tahun 2011 sebagai berikut.

a. Rancangan Perda Kabupaten/Kota dapat di- usulkan oleh DPRD Kabupaten/Kota atau bupati/walikota.

b. Apabila rancangan diusulkan oleh DPRD Kabupaten/Kota, proses penyusunan adalah sebagai berikut.

 

1)      DPRD Kabupaten/Kota mengajukan ran- cangan perda kepada bupati/walikota secara tertulis

2)      DPRD Kabupaten/Kota bersama bupati/ walikota membahas Rancangan Perda Kabupaten/Kota.

3)      Apabila memperoleh persetujuan bersama, Rancangan Perda disahkan oleh bupati/ walikota menjadi Perda Kabupaten/Kota.

4)      Apabila rancangan diusulkan oleh bupati/walikota, proses penyusunan adalah sebagai berikut.

5)      Bupati/Walikota mengajukan Rancangan Perda kepada DPRD Kabupaten/Kota secara tertulis.

6)      DPRD Kabupaten/Kota bersama bupati/walikota membahas Rancangan Perda Kabupaten/Kota.

7)      Apabila memperoleh persetujuan bersama, Rancangan Perda disahkan oleh bupati/walikota menjadi Perda Kabupaten/Kota.

 

C.      Menampilkan Sikap Sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan

 

Simak cerita di bawah ini.

Anjar Subekti, seorang siswa yang rajin belajar.  Anjar setiap pagi selalu siap untuk mengikuti belajar daring. Seluruh tugas sekolah selalu dikerjakan oleh Anjar sehingga Anjar tidak pernah ditegur oleh guru. Pada akhir semester, nilai rapor pengetahuan Anjar sangat baik dan nilai rapor sikap serta keterampilan Anjar pun sangat baik. Orang tua Anjar merasa bangga terhadap nilai yang telah diperolehnya.

 

Dari cerita di atas, jawablah pertanyaan di bawah ini.

 

1.      Apakah Anjar merupakan siswa yang mematuhi peraturan sekolah?

2.      Adakah keuntungan yang akan diterima seseorang apabila mematuhi aturan? Jelaskan!

Kepatuhan berarti sikap taat atau siap sedia melaksanakan aturan. Bersikap patuh akan membentuk perilaku disiplin. Banyak manfaat yang dapat diperoleh apabila seseorang terbiasa hidup taat pada aturan, di antaranya adalah kepatuhan lebih menguntungkan daripada melanggar aturan. Contohnya, orang melanggar lalu lintas akan dikenakan denda sekian rupiah. Orang yang berpola hidup sehat akan terhindar dari penyakit. Orang yang tidak merokok akan memiliki tubuh  sehat.

 

Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan nasional berkaitan dengan terbentuknya kesadaran hukum setiap warga negara.

Kesadaran hukum warga negara dapat diukur dari beberapa indikator berikut:

1)      Pengetahuan Hukum

Pengetahuan hukum meliputi pengetahuan tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang hukum, seperti penganiayaan, penipuan, penggelapan. Selain itu, juga pengetahuan tentang perbuatan-perbuatan yang diperbolehkan oleh hukum, seperti jual-beli, sewa-menyewa, dan perjanjian.

 

2)      Pemahaman Kaidah-Kaidah Hukum

Pemahaman terhadap kaidah hukum ditandai  dengan  menghayati  isi  hukum  yang berlaku seperti memahami tujuan hukum yang mewujudkan ketertiban dan keamanan bersama.

 

3)      Sikap terhadap Norma-Norma Hukum

Perilaku ini ditunjukkan dalam bentuk penilaian terhadap norma-norma hukum berupa nilai baik dan buruk terhadap kaidah-kaidah (aturan-aturan) hukum. Misalnya, pencurian termasuk dalam perbuatan tercela karena merugikan orang

 

4)      Perilaku Hukum

Perilaku hukum ditunjukkan dengan perbuatan menaati aturan-aturan hukum yang berlaku dalam kehidupan masyarakat.

 

Sebagai warga negara yang baik, salah satu kewajibannya adalah mematuhi aturan perundang-undangan. Perilaku menaati peraturan perundang-undangan merupakan kewajiban setiap warga negara, tidak terkecuali para pelajar.

Perilaku menaati undang-undang yang wajib dilaksanakan oleh semua orang di antaranya adalah sebagai berikut.

 

Ø  Memiliki akta kelahiran.

Ø  Mematuhi aturan berlalu lintas.

Ø  Menyukseskan wajib belajar pendidikan dasar.

Ø  Tidak melakukan tindakan yang melawan hukum.

 

Kepatuhan kepada hukum merupakan cerminan  kepribadian  seseorang. Orang yang taat pada hukum berarti memiliki kepribadian yang baik. Sementara itu, orang yang tidak taat pada hukum berarti kepribadiaannya tidak baik karena sudah mengabaikan kewajibannya. Kalian jadilah warga negara yang mempunyai kepribadian yang baik dengan selalu menaati peraturan yang berlaku.


0 Komentar
Komentar
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Contact : admin@smpn3purbalingga.sch.id / dii@email.com